Imam Adz-Dzahabi berkata, “Penuntut ilmu yang datang di majelis Imam Ahmad 5.000 orang atau lebih, 500 menulis hadits, sedangkan sisanya duduk untuk mempelajari akhlaq dan adab beliau”.
(Syiar A’lamin nubala’:11/316).
Abu Bakar Bin Al-Muthowi’I berkata, “Saya keluar masuk di rumah Abu Abdillah (Imam Ahmad Bin Hambal) selama 12 tahun sedangkan beliau sedang membacakan kitab Musnad kepada anak-anaknya. Dan selama itu saya tidak pernah menulis satu hadits pun dari beliau, hal ini disebabkan karena saya datang hanya untuk belajar akhlaq dan adab beliau.”
(Siyar A‘lamin Nubala’:11/316).
Sufyan bin Sa’id Ats-Tsauri -Rahimahulloh- berkata, “Mereka dulu tidak mengeluarkan anak-anak mereka untuk mencari ilmu hingga mereka belajar adab dan dididik ibadah hingga 20 tahun.”
(Hilyatul-Auliya’, Abu Nuaim: 6/361).
Abdullah bin Mubarak Rahimahullah: “Aku mempelajari adab 30 tahun dan belajar ilmu 20 tahun, dan mereka dulu mempelajari adab terlebih dahulu baru kemudian mempelajari ilmu”.
(Ghayatun-Nihayah fi Thobaqotil Qurro 1/446).
Beliau juga berkata: “Hampir-hampir adab menimbangi 2/3 ilmu”.
(Sifatus-shofwah Ibnul-Jauzi 4/120).
Al-Khatib Al-Baghdadi menyebutkan sanadnya kepada Malik bin Anas, dia berkata bahwa Muhammad bin Sirin berkata (-rohimahulloh-): “Mereka dahulu mempelajari adab seperti mempelajari ilmu”.
(Al-Jami’li Akhlaqir-Rawi wa Adabis-Sami’ 1/49).
Makhlad bin Husain Rahimahullah, “Kami lebih butuh kepada adab walaupun sedikit dari pada hadits walaupun banyak.”
(Al-Jami’ li Akhlaqir-Rawi wa Adabis-Sami’ 1/80).
Abu Zakariya Yahya bin Muhammad Al-Anbari Rahimahullah berkata, “Ilmu tanpa adab seperti api tanpa kayu bakar sedangkan adab tanpa ilmu seperti jasad tanpa ruh”.
(Al-Jami’ li Akhlaqir-Rawi wa Adabis-Sami’ 1/80).
Ilmu menjadi dasar sebuah perbuatan. Ibadah tanpa ilmu seperti jasad tanpa ruh. Ilmu tanpa Akhlak seperti manusia tanpa jasad.
Ilmu sebagai ruh dan Akhlak seperti jasadnya. Dengan demikian, Ilmu harus diriasi dengan Akhlak sedangkan Akhlak harus berdasarkan Ilmu.
Ibarat seorang manusia berilmu yang segala perbuatannya dihiasi Akhlak akan menjadi manusia mulia. Bila sebaliknya berilmu tanpa Akhlak menjadi manusia keji, karena ilmunya cenderung digunakan pada kejahatan. Lain halnya, berakhlak tanpa Ilmu ia masih dikatakan orang baik, atau kini menyebutnya berkarakter.
Maka dari itu, Rasulullah saw diutus untuk menyempurnakan Akhlak, "Innamaa bu'istu li utammima makaarimal akhlak".
0 komentar:
Posting Komentar