Saat senang kita cari pasangan.
Saat sedih kita baru cari ibu.
Saat sukses kita cerita pada pasangan.
Saat gagal kita cerita pada ibu.
Saat bahagia kita peluk erat pasangan.
Saat sedih kita peluk erat ibu.
Saat liburan kita bawa pasangan.
Saat aku BT kita mampir ke rumah ibu.
Selalu kita ingat pasangan.
Selalu ibu yang ingat kita.
Setiap saat kita akan telepon pasangan.
Kalau lagi inget baru kita akan telpon ibu.
Selalu kita belikan hadiah untuk pasangan.
Entah kapan kita akan belikan hadiah untuk ibu.
Kalau kita peka, seolah ibu akan mengatakan :
"Anakku, kalau kau sudah habis belajar dan berkerja, bolehkah kau kirim uang untuk ibu? Ibu tidak minta banyak, lima puluh ribu sebulan pun cukup."
Namun, sadarkah kita? Pekakah kita? Kebanyakan tidak yah!
Lalu, ada juga yang menggumam :
"Ibu tak butuh uang mu! Tak butuh kirimanmu setiap bukannya! Tak butuh rumah besar yang kalian bangunkan! Tak butuh kendaraan yang kalian berikan!
Yang ibu butuhkan bertemu dengan mu anakku! Bercengkrama denganmu dan anak-anakmu! Itu saja anakku!"
Tidakkah terkadang kita merasa sudah cukup berbakti dengan mentransfer sejumlah uang untuk ibu, yang terkadang nan jauh disana, di kampung. Kita bersuka ria, berbahagia dengan pasangan dan anak-anak kita. Sedangkan Ibu sepi, sendirian tak berteman siapapun dari anak-anaknya.
Kita terkadang mementingkan pekerjaan yang menghasilkan gaji besar dari pada bertemu Ibu di hari yang sangat penting seperti Idul Fitri.
Berapa banyak yang sanggup menyuapi ibunya.
Berapa banyak yang sanggup melap muntah ibunya.
Berapa banyak yang sanggup memandikan ibunya.
Berapa banyak yang sanggup membersihkan kotoran ibunya.
Berapa banyak yang sanggup membuang ulat dan membersihkan luka kudis ibunya.
Berapa banyak yang sanggup berhenti bekerja untuk menjaga ibunya.
Padahal....
Surga berada di telapak kaki Ibu.
Ibu adalah bidadari!!!
Seorang ibu mampu merawat 10 anak, tetapi 10 anak belum tentu sanggup merawat seorang ibu.
Berbaktilah, berbuat baiklah kepada Ibu kita, selagi Ibu masih hidup.
Jangan kita sia-siakan kesempatan yang berharga ini, karena kita belum tahu berapa lama lagi kita masih bisa bersama ibu kita!
Tidak tahu berapa lama lagi kita bisa menatap wajahnya yang wajahnya penuh dengan gurat-gurat ketuaan!
Yakinlah, bila Ibu tiada kita akan baru merasakan betapa Ibu kita sayang sekali sama anak-anaknya.
Kita hanya akan mendapati batu nisan yang terus membisu.
Sadarlah! Mari kita muliakan Ibu kita selagi sempat.
0 komentar:
Posting Komentar