Kamis, 02 Februari 2017

PARAMETER KEIMANAN SEORANG HAMBA

Susah bagi seseorang mengukur seberapa besar keimanan seorang hamba. Bahkan ada yang mengatakan mustahil seorang bani adam (manusia) mampu mengukur seberapa tingginya keimanan orang lain, tetapi kita bisa mengukur seberapa pandainya ia mampu mengelola lidahnya. Dengan begitu, dari lidah itulah parameter keimanan seseorang dapat diukur.

"Abu 'Ali ad-Daqqaq ra. (semoga Allah merahmatinya)-(wafat 412 H) berkata:

ﺍﻟْﻤُﺘَﻜَﻠِّﻢُ ﺑِﺎﻟْﺒَﺎﻃِﻞِ ﺷَﻴْﻄَﺎﻥٌ ﻧَﺎﻃِﻖٌ ﻭَﺍﻟﺴَّﺎﻛِﺖُ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﺤَﻖِّ ﺷَﻴْﻄَﺎﻥٌ ﺃَﺧْﺮَﺱُ

"Al-Mutakallimu Bilbaathili Syaithoon Naathiqun, Wassaakitu 'Anil Haqqi Syaitoon Akhros".

Artinya :
"Orang yang berbicara dengan kebathilan adalah setan yang berbicara, sedangkan orang yang diam dari kebenaran adalah setan yang bisu."
[Ibnu Qayyim, ad-Dâ` wad-Dawâ`, Tahqîq: Syaikh 'Ali bin Hasan al-Halabi, Penerbit Dar Ibnil-Jauzi, hlm. 155].

Orang yang berbicara dengan kebatilan ialah setan yang berbicara, ia bermaksiat kepada Allah Ta'ala. Sedangkan orang yang diam dari kebenaran (al-Haq) ialah setan yang bisu, ia juga bermaksiat kepada Allah Ta'ala.

Seperti seseorang yang bertemu dengan orang fasik, terang-terangan melakukan kemaksiatan di hadapannya, dia berkata lembut, tanpa mengingkarinya, walau di dalam hati. Atau melihat kemungkaran, dan dia mampu merubahnya, namun dia membisu karena menjaga kehormatan pelakunya, atau orang lain, atau karena tak peduli terhadap agama.

Kebanyakan manusia, ketika berbicara ataupun diam, ia menyimpang dengan dua jenis bencana lidah.

Sedangkan orang yang beruntung, yaitu orang yang Menahan Lidahnya dari Kebatilan (Kemungkaran) dan Menggunakannya untuk Perkara Bermanfaat.

Imam Ibnu Qayyim pernah mengatakan di dalam kitabnya bahwa,
ﻓﺼﻞ ﺃﺭﻛﺎﻥ ﺍﻟﻜﻔﺮ ﺃﺭﺑﻌﺔ:

PILAR KEKUFURAN (KEKAFIRAN) ada empat, diantaranya:

1. Al-Kibru ﺍﻟﻜﺒﺮ (Sombong, merasa besar),

Sombong (merasa besar) akan menghalangi seseorang dari ketundukan.

2. Wal-Hasad ﻭﺍﻟﺤﺴﺪ (iri-dengki),

Iri-dengki akan menghalangi seseorang dari kesediaan untuk menerima nasihat dan memberikan nasihat.

3. Wal-Ghodhob ﻭﺍﻟﻐﻀﺐ (Amarah),
Amarah menghalangi diri untuk bersikap adil.

4. Wal-syahwat ﻭﺍﻟﺸﻬﻮﺓ (dan syahwat).

Sementara 'Syahwat' akan menghalangi jiwa untuk mencurahkan waktu dalam rangka ibadah.

Jika tiang kesombongan itu runtuh, dia akan mudah untuk melakukan ketundukan (kepada Allah).

Jika tiang kedengkian itu tumbang, dia akan mudah untuk menerima nasihat dan memberikan nasehat.

Jika tiang amarah itu roboh, dia akan mudah untuk bersikap adil dan tawadhu.

Jika tiang syahwat itu jatuh, dia akan mudah untuk bersikap sabar, menjaga kehormatan diri, dan ber ibadah.

Memindahkan gunung dari tempatnya menetap lebih mudah dibandingkan melenyapkan keempat hal ini dari diri orang yang telah terjangkiti empat penyakit itu. (Al-Fawaid , karya Ibnu Qayyim Al- Jauziyyah, hlm. 158–159, Maktabah Asy-Syamilah).

0 komentar:

Posting Komentar