Kamis, 12 Januari 2017

PESANTREN DAN PERUBAHAN

Sebuah pesan yang bagus disampaikan oleh K.H. Anang Rikza Masyhadi, MA. Pimpinan Pondok Modern Tazakka Batang Jawa Tengah. Silakan di baca!

Dunia saat ini sudah berubah dan perubahannya sangat cepat. Pertanyaannya: dalam perubahan itu pesantren ada dimana? Di depan, di tengah, di belakang, atau malah tidak ada dimana-mana?

Saat ini revolusi media sosial luar biasa cepat pengaruhnya. Media mainstream saja, televisi, apalagi koran sudah tertinggal jauh dari medsos. Sebagai contoh: aksi super damai 212 yang dihadiri 7juta lebih umat muslim digerakkan oleh medsos. Karena media mainstream malah membendungnya ternyata tidak kuat melawan derasnya gerakan medsos.

Presiden Mesir Husni Mubarok yang sangat berkuasa tumbang lewat gerakan medsos. Lewat medsos, Sari Roti nyatanya bisa tumbang dalam hitungan hari.

Medsos ini menembus batas ruang dan waktu sangat cepat. Sesuatu jika sudah viral di medsos ia akan menjadi gelombang dan arus besar.

Perspektif ini saya kira penting dan harus dipahami dengan baik. _"Iqra'"_, bacalah: artinya amatilah, analisalah, simpulkanlah.

Sayangnya, kita ini masih level copas (copy paste): kutip sana kutip sini. Parahnya, kadang kita tidak paham apa yg dicopas: benar tidaknya, baik buruknya, manfaat dan mudharatnya.

Pernah ada seruan entah darimana yang mengajak kaum muslimin untuk shalat sunah serempak di seluruh dunia dalam satu waktu. Di situ ada keterangannya, negara ini jam sekian, dsb. Aneh, saat di suatu negara pas waktu dhuha atau tahajud mungkin bisa, lha di negara lain habis subuh atau habis asar tidak ada shalat sunah.

Di saat revolusi medsos demikian luar biasa, tapi pada saat yang sama kita tidak bisa memberikan kontennya. Kita baru sebatas konsumen.

Ini peluang dakwahnya santri yang katanya sebagai _"mundzirul qaum"_ itu. Dari sisi konten, santri itu luar biasa kayanya, ada semua: Al-Quran, Hadis, Sejarah, Qaul Ulama, sayangnya semua itu baru sebatas dipakai di atas mimbar. Di medsos, level kita baru sebatas copas.

Maka, saya instruksikan kepada KMI agar memasukkan kurikulum media dan jurnalistik. Jika dahulu jurnalistik adalah keterampilan pilihan, ke depan setiap santri harus paham media dan jurnalistik, seperti halnya ia memahami nahwu dan sorof.

Jika media dan jurnalistik jatuh ke tangan orang-orang sekuler dan liberal, maka jadilah umat kita ini sekuler dan liberal. Media adalah salah satu pintu dakwah, maka jangan biarkan umat masuk melalui pintu yang salah.

Beginilah salah satu cara kita memaknai arti _"mundzirul qaum"_ (pencerah umat).

Materi bahasa Inggris juga perlu dibaca ulang, mungkin ada yang perlu dikurangi atau ditambahkan. Bahasa Inggris santri mau dibawa kemana? Mau diisi apa?

Saya kemarin diskusi dengan Pak Habib Chirzin, Direktur IIIT (International Institute of Islamic Thought) untuk Indonesia. Katanya di IIIT sudah susun buku Reading untuk tingkat MTs dan MA, isinya adalah naskah-naskah reading untuk menjelaskan Islam di daerah yang Islamphobia.

Saya minta dikirimi karena penting sekali. Sekarang ini Islam disalahpahami dan distereotipekan sebagai sesuatu yang menakutkan. Mestinya santri bisa meluruskan kesalahpahaman ini sehingga tidak ada lagi Islamphobia.

Kesimpulannya, kita jangan hanya bisa "memelihara yang lama yang baik" (المحافظة على القديم الصالح), tetapi harus bisa pula "mengambil yang baru yang lebih baik" (والأخذ بالجديد الأصلح).

Bukankah motto kita adalah:

المحافظة على القديم الصالح والأخذ بالجديد الأصلح

_Memelihara yang lama yang baik, dan mengambil yang baru yang lebih baik._

Artinya, jangan meninggalkan yang lama, tetapi jangan anti dengan yang baru. Lama atau baru itu hanya soal waktu mana yang lebih dahulu, fokusnya bukan di situ, jangan gagal fokus. Tetapi fokusnya adalah pada:
الصالح = baik
الأصلح = lebih baik

Peliharalah yang sudah ada yang baik, tetapi jika ada yang lebih baik jangan diabaikan.

Yang tidak boleh berubah adalah nilai-nilai, prinsip-prinsip, dan orientasi pondok ini.

Sekian, semoga bermanfaat.

0 komentar:

Posting Komentar